“Aku Muda, Aku Tak Berguna” ~ Dogma Milenial Provinsi Yggdrasil - BAPAK.
Kalau ditanya apa hal paling berkesan di tahun 2020, gue bakal langsung jawab, kelahiran sebuah album berjudul Miasma Tahun Asu dari BAPAK. Band asal Jakarta ini berhasil meramu progressive rock, blues, noise rock, math rock, sampai meleburkan hardcore/post-hardcore dengan jazz dalam satu album penuh. Gue sendiri susah ngasih label pasti. Secara sederhana, tanpa bermaksud menyederhanakan kompleksitasnya, gue sebut ini rock eksperimental.
Mereka membuka jalan lewat EP perdana Jon Devoight / Pity Me yang rilis Mei 2020. Momentum itu lanjut dengan single provokatif Dogma Milenial Provinsi Yggdrasil, sebelum akhirnya merangkum suasana suram tahun 2020 lewat full album Miasma Tahun Asu, yang dirilis pada 12 Agustus 2020. Sebuah potret kekacauan, kejenuhan, dan absurditas di tahun yang suram itu.


Album ini dibuka dengan Black Heron Intro, petikan gitar minimalis yang makin lama makin liar, seolah jadi gambaran keseluruhan isi album. Lalu lanjut ke Jon Devoight, track terpanjang di album ini. Instrumennya saling kejar-kejaran, distorsi makin brutal dengan gaya hardcore yang agresif, diselingi jeritan noise yang bikin telinga bergetar. Di akhir lagu, distorsi itu perlahan memudar, menuntun kita ke track ketiga, Pity Me, bagian paling lembut dari keseluruhan album. Ini semacam ruang rehat sebelum amukan berikutnya datang.
Setelah Pity Me, kita disambut Dogma Milenial Provinsi Yggdrasil. Setelah tenang sejenak, BAPAK. kembali memuntahkan amarah dengan menggandeng Tomo Hartono (Rekah) di track ini. Distorsi gitar yang makin menusuk gendang telinga berpadu dengan efek sonik yang mengawang, lalu menghantam cepat bersama scream Tomo yang semakin liar. Di sini, BAPAK. seolah mempertanyakan arti kehidupan manusia itu sendiri. Ini salah satu track favorit gue. Waktu pertama kali dengar full albumnya, gue masih 17 tahun, masa yang suram di tahun yang sama-sama suram.
Pola album ini seperti siklus antara marah dan rehat. Setelah amarah di Dogma Milenial, kita diajak rehat lagi lewat Hijrah (For Grandmother as She Travels Beyond). Lagu ini dibuka dengan petikan gitar dan sautan terompet Raka Soetrisno. Nggak ada lagi riuh distorsi, yang tersisa cuma melodi tenang yang looping, seolah ini tempat istirahat dari semua kekacauan sebelumnya. Lagu ini juga jadi jembatan menuju bagian kedua album yang nadanya lebih reflektif.
Lalu kita dibawa kembali ke amarah BAPAK., namun berbeda dengan Jon Devoight dan Dogma Milenial Provinsi Yggdrasil yang langsung menyemburkan amarah di awal lagu. Di Orpheus LIVE From The Underworld mereka mulai pelan, membangun suasana, lalu meledak di akhir. Amarah itu disimpan dan dilepaskan dengan cara yang lebih matang.
Masuk ke An Angel at My Table I dan An Angel at My Table III, nuansanya berubah total. Lagu ini terdengar lebih minimalis, terdengar aroma R&B dan jazz lounge jelas disini. Di bagian ini ada Regina Gabriela yang ngasih warna lembut di tengah album yang sebelumnya penuh ledakan. Transisi dari lagu ke lagu terasa ekstrem. Kontras jadi semacam napas alami buat mereka.
Akhirnya, White Heron Outro jadi bagian paling manusiawi dari semuanya. Ada rekaman percakapan dengan sang ibu. Iringan ketukan swing dari Bagas dan permainan bass dari Kevin jadi semacam pelukan terakhir sebelum album ini benar-benar berakhir. Penutup yang manis buat perjalanan yang liar dan emosional.
BAPAK. memotret awal hingga pertengahan tahun 2020 dalam satu album penuh. Sebuah gambaran yang sangat kompleks. Album ini jadi teman refleksi di tengah kabar kematian dan suasana muram selama pandemi COVID yang mengubah struktur kegiatan kita sehari-hari. Memberikan warna baru untuk musik Indonesia, menabrak dinding-dinding konvensi yang ada sebelumnya. Di album inilah pertama kalinya gue mencoba mendengarkan musik dengan format urut, satu album penuh, untuk benar-benar menangkap apa yang ingin disampaikan.
Setelah lima tahun sejak perilisan album itu, belum ada kabar apakah karya ini akan dibawakan secara live atau tidak. Namun, di awal tahun 2025, tepatnya Februari, BAPAK. merilis EP demo baru dengan dua track berjudul O/Bends, sekaligus mengubah bio Spotify mereka dengan pernyataan bahwa mereka tidak akan pernah tampil secara langsung.
Gue menunggu lima tahun dan masih menaruh harapan bisa melihat mereka membawakan album ini secara live.